Abdul Wahid Hasyim

Menteri Negara Urusan Agama ke-1Masa jabatan
30 September 1945 – 14 November 1945PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada (jabatan baru)
Pengganti
Rasjidi
Sebelum
Menteri Agama Republik Indonesia SerikatMasa jabatan
20 Desember 1949 – 6 September 1950Perdana MenteriMohammad HattaMenteri Agama ke-7Masa jabatan
6 September 1950 – 27 April 1951PresidenSoekarnoPerdana MenteriMohammad Natsir
Soekiman Wirjosandjojo
Sebelum
Pendahulu
Fakih Usman
Pengganti
Fakih Usman
Sebelum
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ke-5Masa jabatan
1951–1953
Sebelum
Pendahulu
Nahrawi Thohir
Pengganti
Muhammad Dahlan
Sebelum
Informasi pribadiLahir(1914-06-01)1 Juni 1914
Jombang, Hindia BelandaMeninggal19 April 1953(1953-04-19) (umur 38)
Cimahi, Jawa Barat, IndonesiaAnakAbdurrahman Wahid
Aisyah Hamid Baidlowi
Salahuddin Wahid
Umar Wahid
Lily Wahid
Hasyim WahidOrang tua
  • Hasyim Asy'ari (ayah)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

K.H. Abdul Wahid Hasyim (1 Juni 1914 – 19 April 1953) adalah pahlawan nasional[1] yang pernah menjabat sebagai Menteri Negara dan juga pernah sebagai Menteri Agama pada era orde lama. Ia adalah ayah dari presiden keempat, Abdurrahman Wahid dan anak dari Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama dan pahlawan nasional Indonesia. Selain itu pada tahun 1951 ia menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ia menikah di usia 25 tahun dengan Solichah, putri KH. Bisri Syansuri dan dikaruniai 6 orang anak.

Riwayat Hidup

Pendidikan

Abdul Wahid Hasyim saat berusia 12 tahun

Abdul Wahid Hasyim tidak menempuh pendidikan sekolah dasar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda, yaitu Hollandsch-Inlandsche School. Ini terjadi karena ayahnya yaitu Hasyim Asy'ari, dikenal sebagai tokoh anti-sekolah yang didirikan oleh penjajah.[2]

Sejak kecil, Abdul Wahid Hasyim belajar di Madrasah Salafiyah di Pondok Pesantren Tebuireng. Ia telah berhasil mengkhatamkan Al Quran di usia 7 tahun. Kemudian setelah lulus dari madrasah, ia diminta oleh ayahnya untuk membantu mengajar adik-adik dan santri-santri pesantren seusianya.[butuh rujukan]

Pada usia 13 tahun, ia belajar pendidikan Islam di Pondok Pesantren Siwalan Panji di Kabupaten Sidoarjo. Namun, ia hanya dapat bertahan selama sebulan. Ia kemudian pindah belajar ke Pondok Pesantren Lirboyo. Di pondok pesantren ini pun, ia hanya bertahan dalam waktu yang singkat. Akhirnya, pulang untuk belajar mandiri di rumahnya sendiri. Abdul Wahid Hasyim mempelajari bahasa Arab hingga mahir. Setelahnya ia mempelajari alfabet Latin sekaligus belajar bahasa Belanda dan bahasa Inggris.[3]

Pada tahun 1932 ia belajar di Makkah bersama sepupunya, Muchammad Ilyas, ialah yang mengajari Wahid dalam belajar Bahasa Arab hingga ia fasih berbahasa Arab. Sehingga ia menguasai tiga bahasa asing, yakni Arab, Inggris, dan Belanda.[4]

Peran dalam pendidikan Islam di Indonesia

Mendirikan sekolah

Selain keaktifannya dalam gerakan politik dan sumbangsihnya terhadap perjuangan melawan penjajah secara diplomatis, pada tahun 1944 ia mendirikan sebuah Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang saat itu pengasuh sekaligus pimpinannya dipegang oleh oleh KH. A. Kahar Moezakkir.[5]

Mengembangkan dunia pesantren

Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat memajukan pesantren, Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum[6]. Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah. Meskipun ayahandanya, Hadratush Syaikh Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama, butuh waktu beberapa tahun bagi Wahid Hasjim untuk menimbang berbagai hal sebelum akhirnya memutuskan aktif di NU. Pada usia 25 tahun Wahid bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), federasi organisasi massa dan partai Islam saat itu. Setahun kemudian Wahid menjadi ketua MIAI.[7][8]

Peran dalam kemerdekaan Indonesia

Anggota BPUPKI dan PPKI

Menjelang kemerdekaan tahun 1945 di usianya yang masih 23 tahun, ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.[9]

Penggagas sila "Ketuhanan Yang Maha Esa"

Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila sebagai pengganti dari bunyi rumusan "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran seorang Wahid Hasyim. Pada mulanya rumusan sila pertama tersebut ditolak oleh penduduk Indonesia yang beragama non-muslim, karena tidak hanya umat Islam saja yang ikut berperan dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia, namun dari berbagai pihak. Kemudian Wahid mengusulkan diubahnya sila pertama yang berbunyi "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Wahid memang dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan inklusif.[10]

Peran dalam perpolitikan Indonesia

Menteri Agama Republik Indonesia

Wahid Hasyim menjadi Menteri Negara Republik Indonesia periode 1945–1949.[11] Jabatan ini merupakan hasil penunjukan langsung oleh Presiden Soekarno.[butuh rujukan] Kemudian ia menjadi Menteri Agama selama tiga periode kabinet secara berurutan. Periode pertama yaitu Kabinet Hatta mulai pada 20 Desemnber 1949 hingga 6 September 1950. Periode kedua yaitu Kabinet Natsir sejak 6 September 1950 hingga 27 April 1951. Periode ketiga dalam Kabinet Sukiman mulai 27 April 1951 hingga 3 April 1952.[12]

Ketua Partai Masyumi

Pada tahun 1939, Nahdlatul Ulama menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi Ketua Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan.[13]

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-19 di Palembang pada tahun 1951, Wahid Hasyim terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan Rais 'Aam KH. A. Wahhab Hasbullah.[14]

[[File:Pendiri Liga Muslimin Indonesia

Karya

  1. Artikel “Abdullah Ubaid Sebagai Pendidik”. Berisi tentang bagaimana sebaiknya mendidik anak dan pengamatannya terhadap Abdullah Ubaid dalam mendidik anak.
  2. Artikel “Kemadjuan Bahasa, Berarti Kemadjuan Bangsa”. Berisi tentang cara-cara menumbuhkan rasa kebangsaan dengan mendorong anak bangsa untuk menggunakan Bahasa Indonesia.
  3. “Nabi Muhammad dan Persaudaraan Manusia”. Merupakan pidatonya pada perayaan Maulid Nabi Muhammad di Istana Negara Jakarta, pada 2 Januari 1950.
  4. “Kebangkitan Dunia Islam”. Merupakan tulisannya di media Mimbar Agama edisi No. 3-4 Maret April 1951.
  5. “Beragamalah Dengan Sungguh dan Ingatlah Kebesaran Tuhan”. Merupakan semacam pidato untuk perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada saat itu Indonesia masih berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat).
  6. “Hari Raya Sebagai Ukuran Maju Mundur Umat”. Masuk dalam Berita Nahdlatul Ulama, No. 3, Th. Ke 7 Desember 1937, hlm 2-5.
  7. “Arti dan Isi al-Fatihah”. Masuk dalam Berita Nahdlatul Ulama, No. 14, Th. VII, 15 Mei 1938, hlm 1-3.
  8. “Islam Agama Fitrah (Dasar Manusia)”. Masuk dalam Suara Muslimin Indonesia, No. 7, Th. Ke II, April 1944, hlm 2-4.
  9. “Latihan Lapar adalah Kebahagiaan Hidup Perdamaian”. Masuk dalam Penyiaran Kementerian Agama No. 4, 1309, hlm 3-4.
  10. “Perkembangan Politik Masa Pendudukan Jepang dan Nota Politik". (November 1945).

Wafat

Wahid Hasyim wafat akibat kecelakaan mobil di jalan yang menghubungkan Kota Cimahi dan Kota Bandung. Ia wafat pada tanggal 19 April 1953 di usia 39 tahun. Saat itu, ia sedang dalam perjalanan untuk mengahadiri rapat Nahdlatul Ulama di Kabupaten Sumedang.[15] Kecelakaan terjadi karena mobil terselip akibat jalanan licin yang disebabkan oleh hujan deras.[16]

Setelah meninggalnya Wahid Hasjim, anak-anaknya diasuh oleh istrinya yang tengah hamil anak keenam. Anak keduanya, Aisyah Hamid Baidlowi ikut membantu mengurus adik-adiknya disaat ibunya bekerja. Semua anak Wahid Hasjim[17] tumbuh menjadi orang sukses yang berperan besar dalam kemajuan negara. Anak pertamanya Abdurrahman Wahid pernah menjadi Presiden RI yang ke 4, Aisyah Hamid Baidlowi dan Lily Chadijah Wahid merupakan mantan anggota DPR[18], Salahuddin Wahid pada masanya pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM, Umar Wahid seorang dokter dan adiknya, Hasyim Wahid juga turut masuk ke dalam dunia politik.[butuh rujukan]

Dalam budaya populer

Referensi

  1. ^ Abdurrahman, Syarif (2021-09-26). "Memilih Nahdlatul Ulama, Ini Alasan Kiai Wahid". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-02-02. 
  2. ^ Nurfadilah, A., Mulyana, A., dan Suwirta, A. (2020). "Peranan K.H. Abdul Wahid Hasyim dalam Pembaharuan Pendidikan Islam di Pesantren Tebuireng, Jombang, Indonesia, 1934-1953". INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia. 5 (1): 23. ISSN 2443-2776. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  3. ^ Umiarso dan Asnawan (2018). "KH. Abdul Wahid Hasyim Pembaru Pesantren: Dari Reformasi Kurikulum, Pengajaran hingga Pendidikan Islam Progresif" (PDF). Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. 13 (2): 393–394. 
  4. ^ Rohman, Baitur (2022-04-19). "Mengenang KH. Abdul Wahid Hasyim, Tokoh Cerdas dari Kalangan Santri". KOMPAS.tv. Diakses tanggal 2023-01-16. 
  5. ^ "Perjuangan Kiai Wahid Hasyim, Ayah Gus Dur". Tebuireng Initiatives. 2021-10-07. Diakses tanggal 2022-01-15. 
  6. ^ Sugendal, Zainuddin (2021-12-27). "Tebuireng di masa Kiai Wahid Hasyim". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  7. ^ El-Rumi, Umiarso; Asnawan, Asnawan (2018-11-29). "KH. ABDUL WAHID HASYIM PEMBARU PESANTREN Dari Reformasi Kurikulum, Pengajaran hingga Pendidikan Islam Progresif". Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. 13 (2): 431–454. doi:10.21043/edukasia.v13i2.3960. ISSN 2502-3039. 
  8. ^ Kurohman, M. Taofik; Wahyuni, Anny; Purnomo, Budi (2021-11-29). "Analisis Kepemimpinan K.H Wahid Hasyim Terhadap Reformasi Pendidikan Pesantren". Chronologia (dalam bahasa Inggris). 3 (2): 10–18. doi:10.22236/jhe.v3i2.7569. ISSN 2686-0171. 
  9. ^ Abdurrahman, Syarif (2021-10-07). "Perjuangan Kiai Wahid Hasyim, Ayah Gus Dur". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  10. ^ "KH Wahid Hasyim: Sebuah Kontribusi Kebangsaan NU Untuk Indonesia". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-01-15. 
  11. ^ Syahriman, A., dan Mulyana, A. (2019). "Peranan KH. Abdul Wahid Hasyim dalam Pemerintahan Indonesia Tahun 1945-1953". Factum. 8 (1): 16. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  12. ^ Sa’adillah, Rangga (2015). "Pendidikan Karakter Menurut KH. Wahid Hasyim" (PDF). Jurnal Pendidikan Agama Islam. 3 (2): 280. ISSN 2089-1946. 
  13. ^ Indonesia, Tokoh. "Menteri Agama Tiga Kabinet | TOKOH INDONESIA | TokohIndonesia.com | Tokoh.id" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-16. 
  14. ^ Zamani, Nazhatuz (2014-04-10). "Pengasuh Tebuireng Periode Kedua KH. Abdul Wahid Hasyim (1947 – 1950) Bagian 2". Tebuireng Online. Diakses tanggal 2023-01-16. 
  15. ^ Ridhwan, D. S., dan Dewita, N. (2020). "Pendidikan Nahdlatul Ulama untuk Peradaban Dunia: Respon K.H. Abdul Wahid Hasyim" (PDF). Istighna. 3 (2): 220. ISSN 2655-8459. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  16. ^ Bahrullah (2022-09-04). "Gus Dur Saksi Sejarah Peristiwa Penyebab Wafatnya KH Abdul Wahid Hasyim, Begini ceritanya". SUARA INDONESIA. Diakses tanggal 2023-01-16. 
  17. ^ Abdurrahman, Syarif (2021-11-12). "Mendidik Kemandirian Anak ala KH Wahid Hasyim". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  18. ^ Abdurrahman, Syarif (2022-05-11). "Lily Chodidjah Wahid, Politikus Tanpa Urat Takut". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
Jabatan politik
Posisi baru Menteri Negara Urusan Agama Indonesia
1945
Diteruskan oleh:
Rasjidi
Didahului oleh:
Masjkur
Menteri Agama Indonesia
1949–1952
Diteruskan oleh:
Fakih Usman
  • l
  • b
  • s
Keluarga
Kakek
Orang tua
K.H. Wahid Hasyim (ayah, Pahlawan Kemerdekaan Indonesia) dan Hj. Sholehah (ibu)
Pasangan dan saudara
Sinta Wahid (istri) · Salahuddin (adik) · Lily (adik) · Hasyim (adik)
Generasi ke-2
Lisa (anak) · Yenny (anak) · Dhohir Farisi (menantu) · Anita (anak) · Ina (anak) · Halim (keponakan) · Imin (keponakan)  · Irfan Wahid (keponakan)
  • l
  • b
  • s
Politik
Abdul Halim Majalengka · Abdoel Kahar Moezakir · Achmad Soebardjo · Adam Malik · Adnan Kapau Gani · Alexander Andries Maramis · Alimin · Andi Sultan Daeng Radja · Arie Frederik Lasut · Arnold Mononutu · Djoeanda Kartawidjaja · Ernest Douwes Dekker · Fatmawati · Ferdinand Lumban Tobing · Frans Kaisiepo · Gatot Mangkoepradja · Hamengkubuwana IX · Herman Johannes · Idham Chalid · Ida Anak Agung Gde Agung · Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono · I Gusti Ketut Pudja · Iwa Koesoemasoemantri · Izaak Huru Doko · Johannes Leimena · Johannes Abraham Dimara · Kasman Singodimedjo · Kusumah Atmaja · Lambertus Nicodemus Palar · Mahmud Syah III dari Johor · Mangkunegara I · Maskoen Soemadiredja · Mohammad Hatta · Mohammad Husni Thamrin · Moewardi · Teuku Nyak Arif · Nani Wartabone · Oto Iskandar di Nata · Radjiman Wedyodiningrat · Rasuna Said · Saharjo · Samanhudi · Soekarni · Soekarno · Sukarjo Wiryopranoto · Soepomo · Soeroso · Soerjopranoto · Sutan Mohammad Amin Nasution · Sutan Syahrir · Syafruddin Prawiranegara · Tan Malaka · Tjipto Mangoenkoesoemo · Oemar Said Tjokroaminoto · Zainul Arifin
Militer
Kemerdekaan
Revolusi
Pergerakan
Sastra
Seni
Pendidikan
Integrasi
Pers
Pembangunan
Agama
Perjuangan
Abdul Kadir · Achmad Rifa'i · Andi Depu · Andi Mappanyukki · Aji Muhammad Idris · Aria Wangsakara · Baabullah · Bataha Santiago · Cut Nyak Dhien · Cut Nyak Meutia · Depati Amir · Hamengkubuwana I · I Gusti Ketut Jelantik · I Gusti Ngurah Made Agung · Ida Dewa Agung Jambe · Himayatuddin Muhammad Saidi · Iskandar Muda dari Aceh · Kiras Bangun · La Madukelleng · Machmud Singgirei Rumagesan · Mahmud Badaruddin II dari Palembang · Malahayati · Martha Christina Tiahahu · Nuku Muhammad Amiruddin · Nyai Ageng Serang · Opu Daeng Risadju · Paku Alam VIII · Pakubuwana VI · Pakubuwana X · Pangeran Antasari · Pangeran Diponegoro · Pattimura · Pong Tiku · Raden Mattaher · Radin Inten II · Ranggong Daeng Romo · Raja Haji Fisabilillah · Ratu Kalinyamat · Salahuddin bin Talabuddin · Sisingamangaraja XII · Sultan Agung dari Mataram · Sultan Hasanuddin · Teungku Chik di Tiro · Tuanku Imam Bonjol · Tuanku Tambusai · Teuku Umar · Tirtayasa dari Banten · Thaha Syaifuddin dari Jambi · Tombolotutu · Untung Suropati · Zainal Mustafa
Diusulkan · Perempuan · Islam · Kristen · Hindu · Buddha · Kepercayaan asli · Portal Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s
Indonesia Anggota BPUPKI
  • l
  • b
  • s
Cabang lainnya
Tokoh utama
Era klasik
Era Kebangkitan
Nasional
Pasca-
kemerdekaan
Organisasi
Masyarakat sipil
Partai politik
Laskar
Sejarah
Pra-
kemerdekaan
Pasca-
kemerdekaan
Daerah
Sumatra
Jawa
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
Kebudayaan
Pendidikan
Gerakan
Lainnya
  • Masjid di Indonesia
  • Sejarah Indonesia
  • Pahlawan Nasional Indonesia